Bukan Arsitektur Kosmetik
‘Ketika WAJAH merupakan HASIL AKHIR dari sebuah PROSES desain…’
Posmodern – kontemporer – “green”, adalah 3 genre arsitektur yang paling populer saat ini. Post modern sering diasosiasikan dengan kedinamisan, kontemporer dengan penempelan “ornamen tradisional” dan “green” dengan “penghijauan”nya. Arsitektur seringkali dipahami hanya sebagai bentuk kulit-luarnya saja, sebagai ‘pen-citra-an’, sebagai ikon(isasi).
Ikon-ikon arsitektur jaman dahulu yang merupakan “kontras” kini sudah menjadi komoditas utama, menjadi sebuah tren yang mulai basi. Kini, para arsitek berlomba - lomba mengikuti para pendahulunya untuk menciptakan sebuah ikon. Arsitektur bukan hanya melulu tentang bentuk bangunan (fasad), tetapi juga tentang konsep, ruang, dan suasana.
Melalui metode reaktif (RE/ARCH/TION), saya akan mengajak siapapun yang hadir belajar Posmodern tidak dari Gehry atau Libeskind tapi melalui Heidegger dan Derrida menuju Nietzsche; membongkar peta imperialisme Frampton dan Rudofsky, mendekonstruksi pola tata ruang Howard dan trio Wright-Corbusier-Mata, kemudian menggunduli semak-semak “green”.
Sampai jumpa, dan mari berdiskusi…
Salam,
Eka Swadiansa
Tentang Eka Swadiansa :
Eka Swadiansa, menyelesaikan studi arsitekturnya dari Universitas Brawijaya pada tahun 2008. Pada tahun 2008 juga, Eka mendirikan OSA sebagai studio inkubasi desain dengan fokus pekerjaan kompetisi. Pada tahun 2009 ia melakukan kerja praktek di Takenaka Corporation Osaka International Headquarter melalui dana Tadao Ando Foundation. Kini ia aktif memberi kuliah tamu di Universitas Brawijaya, menulis di beberapa jurnal dan menjadi pembicara di beberapa seminar baik nasional maupun internasional.
No comments:
Post a Comment