Babakan sejarah Indonesia tahun 1950-1965 terbilang krusial. Dalam satu setengah dasawarsa setelah proklamasi, hubungan dengan dunia luas dan kesadaran kebangsaan diperjuangkan dengan penuh gairah, termasuk di gelanggang budaya. Indonesia memanfaatkan jaringan kebudayaan kala itu, di tengah suasana Perang Dingin yang mencekam, bangsa ini gigih memperjuangkan eksistensinya di panggung dunia. Hubungan internasional, aspirasi pos-kolonial dan bangkitnya nasionalisme berinteraksi hingga melahirkan kehidupan budaya dan intelektual yang marak di tanah air semasa itu.
Bentara Budaya Bali bekerjasama dengan Pustaka Larasan serta Udayana Scientific Club menyelenggarakan suatu dialog budaya yang membahas periode krusial itu, terutama peristiwa-peristiwa kesenian dan kebudayaan yang melibatkan intelektual-intelektual Bali. Diskusi ini berangkat dari buku ‘Ahli Waris Budaya Dunia’ (terbitan Pustaka Larasan dan KITLV-Jakarta) yang menghadirkan tulisan Keith Foulcher, Liesbeth Dolk, Hairus Salim, Tony Day, Budiawan, Maya Liem, Jennifer Lindsay, Els Bogaerts, Melani Budianta, Choirotun Chisaan, Barbara Hatley, Marije Plomp, Irawati Durban Ardjo, Rhoma Dwi Aria Yuliantri, dan Michael Bodden.
Selain menghadirkan Prof. Dr. Nyoman Darma Putra, penyumbang tulisan di buku tersebut, tampil pula pembahas I Wayan Artika serta pelaku-pelaku sejarah masa itu, antara lain Raka Santeri dan Arthanegara.
Selain sebagai pengarang, Wayan Artika, kelahiran Desa Batungsel, Tabanan, 1970, adalah pekerja sosial di bidang edukasi dan pengajar di Universitas Pendidikan Ganesha Bali. Bukunya antara lain novel Incest, Rumah Kepompong, serta antologi esai budaya Kembali ke Bali. Ia kerap memenangkan lomba penulisan cerpen dan esai, kini sedang menyelesaikan program doktornya di Universitas Udayana.
Jumat, 16 Maret 2012
jam 6 - 9pm
di Bentara Budaya Bali
No comments:
Post a Comment