Thursday, June 07, 2012

1001 Wines according to a local genius winemaker - I Made Aryadi Sukantara | 8 June 2012

389735_3803978254634_362882462

Bagi para pecinta wine, para drunkermaster, silahkan hadir ke acara ini, diskusi wine dan mencicipi wine gratis....terbuka untuk umum..."1001 WINES according to a local genius winemaker I MADE ARYADI SUKANTARA"

Sharing Session & Wine Tasting, plus accoustic performance by:
Dadang - Pohon Tua [Dialogdinihari]

Friday, 8 June 2012 on 6.30 PM at Warung Yayaa, Jl. Sekar Waru no. 4 Banjar Belanjong Sanur

Wine Maker dari Bali
Oleh : Wayan Sunarta

Hobi minum alkohol tak selamanya berefek buruk. Hal itu yang terjadi pada Made Aryadi Sukantara. Bermula dari kecintaannya pada alkohol, dia kemudian belajar secara otodidak teknik membuat wine. Kini, wine buatannya berkembang menjadi home industri yang dikelolanya sendiri di rumahnya.

“Sejak remaja saya sudah biasa minum tuak, arak, bir. Lantas saya berpikir, daripada terus membeli minuman keras, mending mencoba membuat sendiri. Ternyata membuat wine tidaklah sulit,” kata Aryadi.

Pada awalnya membuat wine hanya dilakukan secara iseng, untuk keperluan sendiri. Kemudian, dia mengembangkan kemampuannya dengan banyak membaca buku tentang wine dan berdiskusi dengan ahli-ahli wine dari beberapa negara. Kebetulan pula dia pernah bekerja di kapal pesiar sebagai waiter, pada tahun 1996 hingga 1998. Di kapal pesiar itu dia juga sempat belajar teori membuat wine.

Ketertarikannya pada wine telah muncul sejak dia berumur 27 tahun. Dia mempunyai beberapa kenalan orang asing, yang sempat mengajaknya jalan-jalan ke luar negeri. Misalnya, pada 1992, dia berkesempatan jalan-jalan ke Australia. Kemudian dia melanglang buana hingga Norwegia, Swedia, Dreamland. Dalam pengembaraannya itu dia lebih sering tinggal di keluarga petani di pelosok pedesaan. Dia memelajari kehidupan para petani di negara-negara yang disinggahinya dan sekaligus juga belajar seni membuat wine.

“Di Dreamland saya pernah belajar membuat wine pada musim dingin,” kata pria kelahiran Antosari, Tabanan, Bali, 22 Mei 1965 ini.

Sejak tahun 2000-an, melalui UD Keluarga, dia merintis usaha pembuatan wine di rumahnya di Antosari, Tabanan. Pada tahun 2005 dia mengantongi ijin produksi. Merek wine buatannya bernama “Banat” yang artinya elegan. Dia menggunakan buah anggur produksi lokal untuk bahan winenya, yakni jenis Gamay yang banyak tumbuh di Buleleng. 

“Di antara 40 ribu jenis buah anggur, jenis Gamay merupakan salah satu yang terbaik di Perancis yang biasa dipakai untuk membuat anggur berkualitas bagus. Syukurnya jenis anggur ini juga tumbuh di Buleleng,” tuturnya.

Dalam memproduksi wine dia lebih mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas. Dia hanya memproduksi 3000 liter per dua bulan. Wine yang diproduksinya adalah jenis rose wine. Tanpa menggunakan bahan pengawet dan pewarna. 

Aryadi menjelaskan bahwa ada dua jenis wine ditinjau dari segi kualitas, yakni wine mahal dan wine murah. Semua itu tergantung target pasar yang dituju. Wine mahal dibuat dengan bahan-bahan alami, tidak mengandung bahan kimia, pengawet dan pewarna. Sedangkan wine murah biasanya mengandung bahan kimia, pengawet dan pewarna. Di Barat untuk permentasi wine memerlukan waktu minimal dua bulan. Namun, untuk mencapai kualitas yang bagus wine harus dimatangkan atau disimpan dalam waktu lama. 

“Meminum wine berkualitas yang dibuat dari bahan alami bagus untuk jantung dan obat awet muda, asal minumnya sesuai takaran. Makin sepet rasa wine makin bagus untuk kesehatan. Namun, kalau meminum wine yang dicampur dengan bahan sintetis (artificial wine), kepala akan cepat pusing dan perut mual. Itulah salah satu perbedaan wine bagus dan wine jelek,” pungkasnya.

Menurut Aryadi, membuat wine tak bisa dilepaskan dari “the art of mixing” atau seni meramu rasa. Dalam filosofi masakan atau minuman di Bali dikenal konsep “Sad Rasa” (enam rasa), yakni manis, pahit, sepet (kecut), asam, asin, pedas. Misalnya, dalam tradisi minum tuak di Bali, tuak yang bagus harus mengandung sad rasa. Mengolah sad rasa ini memerlukan keterampilan khusus dan kepekaan pada rasa.

“Wine yang bagus juga harus mengandung sad rasa. Namun, untuk mencapai target pasar tertentu, sad rasa ini yang harus diolah. Misalnya, perempuan biasanya senang dengan wine ringan yang rasanya manis atau asam. Kalau lelaki biasanya suka dengan wine yang rasanya sepet,” tuturnya.

Aryadi mendistribusikan wine buatannya secara terbatas, melalui jaringan pertemanan. Kebetulan dia banyak punya teman warga negara asing yang secara berkala berlibur ke Bali. Mereka biasanya langsung datang ke rumah Aryadi untuk membeli wine. Dia juga mendatangi pusat-pusat hiburan di daerah Kuta dan Sanur, berkenalan dengan orang-orang asing dan meminta mereka mencoba wine buatannya. 

“Saya mengutamakan kualitas dan menggunakan bahan alami, sehingga mereka senang menikmati wine buatan saya,” ujarnya.

Aryadi mendapatkan kepuasan tersendiri dalam membuat wine. Salah satu kepuasan batinnya adalah ketika wine buatannya diapresiasi oleh orang yang memahami wine. Dia bahkan memiliki buku khusus yang berisikan komentar-komentar dari orang-orang yang pernah mencicipi wine-nya. Dan, dia juga sangat senang berdiskusi perihal wine dan seni membuat wine.

“Saya berharap wine produk lokal bisa dihargai dan sejajar dengan wine buatan luar negeri. Untuk mencapai hal itu, saya tak pernah berhenti belajar dan terus meningkatkan kemampuan membuat wine,” pungkasnya.

Menurut Aryadi, selain dari buah anggur, wine juga bisa dibuat dari berbagai jenis buah, seperti ubi ungu, mete, salak. Namun, yang paling populer dan diakui internasional adalah wine dari buah anggur. Di Bali tak banyak yang menekuni pembuatan wine dari buah anggur. Selain wine, dia juga membuat brandy.

Posted via email from youth corner bali

No comments: