Monday, September 07, 2009

Embrio Kehidupan!

Gempa melanda Jawa… cukup keras hingga terasa juga di Bali. Puluhan orang meninggal & puluhan bangunan rusak bahkan roboh tinggal puing-puing saja.

Konstruksi bangunan…. Punya andil dalam mengantisipasi hal ini. Bangunan.. rumah khususnya, yang pada dasarnya berfungsi sebagai tempat berlindung bagi manusia… seringkali malah membuat susah dan mencelakai penghuninya. Waah, bagaimana embrio kehidupan dapat merasakan kenyamanan didalamnya, apabila masih merasakan kekhawatiran besar bahkan didalam rumah sendiri!

Tanggung jawab arsitek kah? Tanggung jawab ahli konstruksi bangunan kah? Tukang? Mandor? Siapa..??? bukan mereka yang melulu dijadikan kambing hitam. Bahkan sang pemilik/penghuni rumah itu sendiri yang seharusnya sangat sangat sangat mengutamakan keamanan & kenyamanan dari bangunan yang akan ditinggalinya. Masalah seperti ini akan beretentatan & akan terjadi saling tunjuk menunjuk. Mencari & menemukan yang patut dipersalahan tidak akan menyelesaikan permasalahan. Pasrah terhadap takdir dan keadaan juga bukanlah hal yang bijak. Pun bebicara/menulis seperti ini pun, tidak akan membuat keajaiban & perubahan yang cukup berarti. Tindakan…. Untuk mengubahnya menjadi lebih baik adalah yang harus kita lakukan. Cara untuk memulainya, mulai saja…. Gak usa berpikir panjang. Kadang kita terjebak pada kesempurnaan yang memandulkan & membunuh ide sebelum sempat dilahirkan.

Aku belum ada ide… hanya pemikiran yang pada fungsi rumah sebagai pelindung kita. Aku ingat pada suatu bab di pelajaran Sejarah – Peradaban Manusia. Dimana manusia mulai menemukan & membuat ‘rumah’ sebagai tempat berlindung, semula goa-goa mereka jadikan ‘rumah’ untuk berlindung dari binatang buas, panas hujan dsb. Hingga kemudian terciptalah bentuk rumah yang saat ini semakin berkembang dengan fungsi dan tujuan masing-masing. Meski begitu, fungsi basic rumah tetap adalah memeberikan ‘perlindungan’. Dari apa? Dari apa saja, bahkan dari ancaman alam skalipun. Meski tak 100% bisa diatasi namun setidaknya bisa mengeliminir karena sudah diantisipasi sebelumnya.

Lucu, pabila kita dicelakakan oleh rumah kita sendiri. Terkunci di rumah sendiri. Kebakaran ataupun kedinginan karena kehujanan/cuaca dingin didalam rumah. Kemalingan. Tertimpa reruntuhan bangunan sendiri. Kerancunan cat tembok rumah. Termasuk pula kompor meledak, dan lain sebagainya deh… meski sekarang sudah semakin cangkih, namun kesadaran kita untuk memberi pengamanan ‘lebih’ pada rumah kita sendiri yang masih sangat sangat sangat kurang. Harga membangun rumah sudah mencekik leher, masih harus bikin alarm maling atau menyediakan tabung pemadam kebakaran??? Huuu… coba ya kalo kesadaran si penghuni rumah terhadap keamanan sangat tinggi, tentu bukan biaya ataupun desain bangunan yang diprioritaskan, namun lebih lebih mengutamakan keamanan & perlindungan optimal terhadap banyak kemungkinan. Itulah gunanya, ada uji Standar Kelayakan Bangunan sebelum dan selama bangunan ditinggali (sekitar 3 tahun). Mencegak kan masih selalu lebih baik daripada mengobati! Kalo beton tak menjamin kekokohan & perlindungan maksimal, mengapa tak menggunakan material bamboo dan sejenisnya. Kalo pagar besi tak menjamin maling akan masuk rumah, mengapa tak memanfaatkan teknologi tambahan yang cukup membantu. Dan lain sebagainya deh, bukankah manusia makhluk kreatif yang berbudaya dan selalu berkembang….. mengapa terkucil dalam ruang pengap yang menyita hak hidup kita.. hak hidup layak dan tanpa kekhawatiran.’ Rumah’ memberi ‘perlingdungan’, ‘rumah’ itu adalah satu dari istilah yang kugunakan… bisa konotatif bisa denotative.

No comments: