Tuesday, December 29, 2009

Makelar Kasus

Sekitar dua atau seminggu yang lalu, aq nonton program rutin di salah satu televisi swasta yang berkisar mengenai diskusi interen para Jakarta Lawyer Club. Permasalahan yang dibahas biasanya mengenai suatu topik atau beberapa topik ringan yang sedang jadi isu hangat di kalangan praktisi hukum dan peradilan. Jakarta Lawyer Club merupakan perkumpulan pengacara metropolitan Jakarta dan mengundang para praktisi hukum atau orang-orang yang kompeten dibidangnya untuk berdiskusi dan berdebat untuk sekedar melihat dan membahas sisi lain dari permasalahan yang sedang hangat di masyarakat.

Diskusi dan berdebatan itu menjadi segar dan hangat, karena tujuannya bukan mencari pembenaran maupun penyalahan pada seseorang atau pada kasus hukum dan peradilan tertentu. Namun, lebih mengutamakan menemukan benang merah yang seolah selalu kusut apabila suatu suatu kasus masuk dan bersinggungan dengan hukum dan peradilan kita.

Bukan acaranya yang ingin aku bahas, melainkan suatu topik yang pada saat itu ditayangkan (siaran langsung), menjadi topik yang cukup seru dan menarik untuk disingkapi. Topik tersebut mengenai makelar kasus yang ternyata menyusupi hukum dan peradilan kita. Hmm, bahkan makelar kasus melibatkan lini kepolisian juga. Cukup menarik, karena jaringan makelar kasus ini seperti panu di kulit, yang meski diobati berkali-kali namun bisa kembali tumbuh dimana-mana, dan sulit diberantas.
Berbincangan dan berdebatan menjadi semakin memanas, ketika terungkap banyak fakta miris langsung dari sumbernya, si makelar kasus yang telah merintis karirnya tersebut selama lebih dari 5 tahun.

Tadinya siy aq ingin meneruskan menulis tentang topik makelar kasus ini yang oleh mereka disingkat markus… hmmm, akronim yang cukup familiar dan mudah diingat. Namun, ketika malam ini aq mengklipping harian Kompas, tanpa sengaja aq menemukan sebuah tulisan yang tak kalah menarik dengan usut mengusut mengenai si markus atau makelar kasus peradilan tersebut. Tulisan ini kutemukan di kolom surat pembaca hari minggu.

Berikut ini isi surat pembaca tersebut, sengaja kuketik ulang utuh biar bisa dimengerti mengapa aku juga tertarik dengan pembahasan selain mengenai kehidupan si markus alias makelas kasus itu sendiri:


------------------------------------------
KOMPAS, Minggu, 6 Desember 2009
Berbahasalah Indonesia dengan Benar dan Santun

Akhir-akhir ini saya dibuat semakin kegerahan oleh ulah pembicaraan para pakar politik, narasumber, dan media massa yang dengan gencarnya memopulerkan kata makelar kasus menjadi “markus”. Mungkin tanpa disadari oleh mereka, hal ini telah menyinggung institusi lain.

Pada dekade 1980-an, publik Indonesia dientakkan dengan kehadiran “petrus”, singkatan penembak misterius. Bukan mustahil pada waktu-waktu mendatang akan muncul varietas-varietas baru di perbendaharaan bahasa Indonesia, seperti “matius”, “lukas”, dan lain-lainnya karena kata-kata itu mudah sekali diplesetkan.

Perlu diketahui, Petrus dan Markus adalah sosok yang sangat dihormati dan dimuliakan di dalam suatu komunitas. Petrus dalam ajarannya selalu menekankan untuk tetap berpegang pada iman yang benar dan menjadi teladan hidup bagi orang lain. Bahkan, Petrus sendiri mati syahid dalam melakukan siar agamanya.

Mari berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan santun untuk tidak menambah karut-marutnya permasalahan yang dihadapi bangsa ini.


USMARTONO
Dusun Pusakaratu RT 01/01, Pusakanegara, Subang, Jabar

No comments: