Tuesday, December 15, 2009

Ciri Khas Arsitektural Bali (#2)

Dalam Arsitektur Tradisional Bali sangat banyak aturan dan tatanan adat dan filosofi agama yang mesti dipahami dan dianut oleh seorang arsitek tradisional (arsitek Bali disebut Undagi). Seorang Undagi harus memahami seni, komposisi, proporsi, teknis, rasa ruang, filosofi agama, aturan adat (awig-awig) dan bahkan sepatutnya memahami puja mantra karena Undagi berhak melakukan prosesi keagamaan saat memulai pekerjaan (upacara Ngeruak Karang), masa pelaksanaan hingga peresmian bangunan (upacara Pamelaspas).

Dalam melaksanakan rancangannya Undagi dibantu oleh tenaga pelaksana yang ahli dibidangnya seperti tukang batu, kayu, struktur dan tukang ukir yang disebut Sangging. Bentuk bangunan di Bali beraneka ragam karena fungsi, pemakai dan daerahnya yang berbeda sehingga wujud tampilannya berbeda. Semua aturan dan tatanan tentang arsitektur tradisional Bali terhimpun dalam naskah kuno berupa lontar, antara lain: Asta Bhumi, Asta Kosala-Kosali dan berbagai lontar tentang tata cara pelaksanaan upacara pada bangunan (www.arsitekturbali.net)

Berdasarkan peninggalan arsitektur Bali masa lalu dan bentuk pengembangannya kini, beberapa Undagi (arsitek Bali) mengatakan bahwa tatanan Arsitektur Tradisional Bali terbagi dalam lima kelompok besar, yaitu:
a. Astha Kosalaning Dewa untuk Bangunan Suci / Pura.
b. Astha Kosalaning Desa untuk Tata lingkungan Desa.
c. Astha Kosalaning Tetambakan untuk bangunan batas pekarangan.
d. Astha Kosalaning Pakubon untuk bangunan perumahan.
e. Astha Kosalaning Wong Pejah untuk bangunan kematian / Ngaben.

Dari kelima kelompok ini, arsitektur tradisional Bali diterjemahkan lebih luas lagi sesuai dengan fungsi spesifik, lapis sosial penggunanya dan ciri daerah masing-masing yang melahirkan bentuk beragam.

Terdapat aturan dasar yang berlaku umum dalam menyusun rancangan suatu bangunan Bali, antara lain:

a. Filosofi Ruang: Dalam filosofi agama Hindu dikenal adanya tiga lapisan nilai yaitu "utama-madya-nista" sebagai tingkatan pertama, kedua dan ketiga, yang dijadikan pedoman dalam menetapkan tingkatan mutu suatu kegiatan. Tata ruang arsitektur tradisional Balipun berpedoman pada nilai tersebut yang pada akhirnya memperolah sembilan ruang yang didapat dari paduan tiga nilai sumbu spiritual (timur - barat) dan tiga nilai sumbu alam (utara - selatan).

b. Dimensi: Hal umum yang berlaku dalam membuat rancangan bangunan Bali adalah dimensi atau ukuran ruang dan elemen bangunan. Patokan yang dipergunakan dalam menentukan ukuran bangunan adalah konfigurasi bagian tangan dan kaki dari pemilik, Undagi atau pendeta yang disebut dengan "sikut" atau "gegulak".

c. Upacara: Pembangunan semua jenis bangunan Bali diikuti dengan upacara menurut aturan agama Hindu, mulai sejak menebang pohon, awal pelaksanaan hingga saat peresmian penggunaan bangunan, lalu secara berkala tetap dilakukan upacara saat bangunan tersebut dihuni dan hingga saat akhir jika dibongkar dilakukan satu upacara "pralina" atau peleburan.
Arsitektur tradisional Bali memiliki tempat khusus dalam tatanan Hindu dan dipandang sebagai sesuatu yang "hidup" karena melalui proses lahir-hidup-mati atau "utpeti-stiti-pralina".
( http://www.freewebs.com/arsitektur/ar1.html# )

Arsitektur tradisional Bali mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah:
- Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga
- Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala
- Konsep keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cucupu
- Konsep proporsi dan skala manusia
- Konsep court, Open air
- Konsep kejujuran bahan bangunan

Tri Angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan perencanaan arsitektur, yang merupakan asal-usul Tri Hita Karana. Konsep Tri Angga membagi segala sesuatu menjadi tiga komponen atau zone:
- Nista (bawah, kotor, kaki)
- Madya (tengah, netral, badan)
- Utama (atas, murni, kepala)

Ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai pedoman penataan bangunan di Bali, sumbu-sumbu itu antara lain :
- Sumbu kosmos Bhur, Bhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan atmosfir)
- Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari)
- Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut)
Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep orientasi kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala. Transformasi fisik dari konsep ini pada perancangan arsitektur, merupakan acuan pada penataan ruang hunian tipikal di Bali.

Secara umum, ciri- ciri bangunan arsitektur Bali dapat dilihat dari :
1. Pengider- ideran (Catur Loka Phala/ Asta Dala).
2. Tri Mandala/ Tri Loka
3. Adanya upacara sangaskara/ penyucian.
4. Mengandung simbol-simbol sesuai dengan ajaran agama Hindu, (misalnya: Sanghyang Acintya, Naga, Padma dan sebagainya).
5. Struktur dan konstruksi bangunan.
6. Material penyusun bangunan.
7. Fungsi-fungsi bangunan yang mewadahi aktifitas penghuninya.
8. Ragam hias atau ornamen sebagai elemen dekorasi bangunan.

(dari berbagai sumber)

No comments: