Mengenai 'perpisahan'... Kuterjemahkan perpisahan dalam bahasaku, perpisahan untuk konteks apapun. Seperti halnya cinta, aku suka memaknai suatu hal secara universal, tanpa batasan ini adalah ini, itu adalah itu. Karena penglihatanku belum tentu adalah penglihatanmu. Rasa ku belum pasti serupa dengan rasa mu. Dunia ku dunia mu bisa jadi ada dalam dimensi yang sama, namun ada tirai tipis....sangat tipis sekali yang menyekat diri diri kita.
Aku bisa jadi adalah kamu kamu kamu dalam perspektif yang berbeda, dalam koridor ruang dan waktu dan zat pengantar di medium yang mungkin sama mungkin beda. Perspektif yang entah darimana dan siapa yang memandang nya. aah, terlampau berat tatanan bahasaku seolah ego memuaskan diri terhadap pemahaman personal sudah menguasai, maka tak perlu kau lanjutkan baca. Cukupkan pada kesanggupanmu memaknai saja. Karena tiap kata dan karakter yang ku ketik disini sujatinya adalah persinggahan untuk diriku, untuk diri yang tengah berjalan di sabana di tengah hari. Tanpa alas kaki, tanpa tudung merah, dan dengan beberapa butir debu yang sudah tak bisa dibasuh lagi... Mengenai 'perpisahan'...
kadang perpisahan itu cikal bakalnya pertemuan.
Perpisahan dan pertemuan tiada bedanya, sering sejalan, beriringan di lajur yang sama. Kadang senyum di sisi perpisahan, kadang tangis di sisi pertemuan, pun sebaliknya. Sama saja. Seperti halnya kita menangis kala dilahirkan untuk bertemu dunia baru, dan (semoga) tersenyum kala meninggalkan dunia fana ini. Bentuk perpisahan tak selalu menyedihkan meski juga tak seringkali menyenangkan. Bisa saja perpisahan akan menyenangkan atau malah membaikkan. Ada beberapa permulaan perpisahan selalu diwarnai rasa sedih dan penyesalan. Andai bisa tarik garis maju kedepan, bisa jadi perpisahan itu adalah hal yang terbaik. Bisa jadi itu adalah tiket menuju jalan sebenarnya. Kadang perpisahan adalah gerbang menuju pertemuan... pada bentukan pertemuan pertemuan yang baru. Yang pabila tiada perpisahan bisa jadi tak terjadi bentuk pertemuan pertemuan yang lainnya, karena terlajur adanya kebersamaan lama , yang terlanjur menyamankan. kau tau....(jujur aku sendiri tak tau), kuketik ini untuk menipu diriku sendiri. Aku bermain tipu menipu. Aku tipu engkau dengan rangkaian kata membingungkan dan terkesan anggun. Itu semua tipuan kata, tipuan emosi yang secara tak sadar kutiupkan disetiap bait bait nya. Aku menipu mu dengan menipu diriku sendiri, tanyakan padaku apa itu perpisahan, maka tak satu huruf pun akan terlontar dari bibirku. Sekarang kau mulai marah padaku...? bagus itu artinya kau tertipu untuk kedua kalinya.
Mau kita lanjutkan?
jawabannya hanya dua...iya atau tidak. lanjut atau tidak.
Dan seperti halnya dua kalimat pilihan tadi..., sesederhana itulah perpisahan.Klausa tipu menipu membuatku bimbang, masih kah kau bersama ku untuk melanjutkan perbincangan yang tak lagi sederhana ini? Aku masih punya banyak pilihan kata untuk ku ramu dan ku sajikan sebagai hidangan sore kita. Kadang meminta mu untuk tetap tinggal dan tetap disisiku menjadi tidak sederhana ketika hidangan sore hanya berupa wacana hambar tanpa ada jalinan rasa antara aku dan kamu.
suasana seketika senyap... sepoi angin enggan mengusik dedaunan.Sore lamat lamat berlalu...
awan mega mega menjadi media perjumpaan antara mentari dan rembulan yang sama sama merajai langit di suatu waktu yang terpisah. Dan perpisahan pun menjadi hal yang kudus, khusyuk karena adanya aku dan kamu yang menyimpan harapan berjumpa kala fajar menyapa.
Aku bisa jadi adalah kamu kamu kamu dalam perspektif yang berbeda, dalam koridor ruang dan waktu dan zat pengantar di medium yang mungkin sama mungkin beda. Perspektif yang entah darimana dan siapa yang memandang nya. aah, terlampau berat tatanan bahasaku seolah ego memuaskan diri terhadap pemahaman personal sudah menguasai, maka tak perlu kau lanjutkan baca. Cukupkan pada kesanggupanmu memaknai saja. Karena tiap kata dan karakter yang ku ketik disini sujatinya adalah persinggahan untuk diriku, untuk diri yang tengah berjalan di sabana di tengah hari. Tanpa alas kaki, tanpa tudung merah, dan dengan beberapa butir debu yang sudah tak bisa dibasuh lagi... Mengenai 'perpisahan'...
kadang perpisahan itu cikal bakalnya pertemuan.
Perpisahan dan pertemuan tiada bedanya, sering sejalan, beriringan di lajur yang sama. Kadang senyum di sisi perpisahan, kadang tangis di sisi pertemuan, pun sebaliknya. Sama saja. Seperti halnya kita menangis kala dilahirkan untuk bertemu dunia baru, dan (semoga) tersenyum kala meninggalkan dunia fana ini. Bentuk perpisahan tak selalu menyedihkan meski juga tak seringkali menyenangkan. Bisa saja perpisahan akan menyenangkan atau malah membaikkan. Ada beberapa permulaan perpisahan selalu diwarnai rasa sedih dan penyesalan. Andai bisa tarik garis maju kedepan, bisa jadi perpisahan itu adalah hal yang terbaik. Bisa jadi itu adalah tiket menuju jalan sebenarnya. Kadang perpisahan adalah gerbang menuju pertemuan... pada bentukan pertemuan pertemuan yang baru. Yang pabila tiada perpisahan bisa jadi tak terjadi bentuk pertemuan pertemuan yang lainnya, karena terlajur adanya kebersamaan lama , yang terlanjur menyamankan. kau tau....(jujur aku sendiri tak tau), kuketik ini untuk menipu diriku sendiri. Aku bermain tipu menipu. Aku tipu engkau dengan rangkaian kata membingungkan dan terkesan anggun. Itu semua tipuan kata, tipuan emosi yang secara tak sadar kutiupkan disetiap bait bait nya. Aku menipu mu dengan menipu diriku sendiri, tanyakan padaku apa itu perpisahan, maka tak satu huruf pun akan terlontar dari bibirku. Sekarang kau mulai marah padaku...? bagus itu artinya kau tertipu untuk kedua kalinya.
Mau kita lanjutkan?
jawabannya hanya dua...iya atau tidak. lanjut atau tidak.
Dan seperti halnya dua kalimat pilihan tadi..., sesederhana itulah perpisahan.Klausa tipu menipu membuatku bimbang, masih kah kau bersama ku untuk melanjutkan perbincangan yang tak lagi sederhana ini? Aku masih punya banyak pilihan kata untuk ku ramu dan ku sajikan sebagai hidangan sore kita. Kadang meminta mu untuk tetap tinggal dan tetap disisiku menjadi tidak sederhana ketika hidangan sore hanya berupa wacana hambar tanpa ada jalinan rasa antara aku dan kamu.
suasana seketika senyap... sepoi angin enggan mengusik dedaunan.Sore lamat lamat berlalu...
awan mega mega menjadi media perjumpaan antara mentari dan rembulan yang sama sama merajai langit di suatu waktu yang terpisah. Dan perpisahan pun menjadi hal yang kudus, khusyuk karena adanya aku dan kamu yang menyimpan harapan berjumpa kala fajar menyapa.
No comments:
Post a Comment