Banyak pendongeng yang telah menceritakan kisah si kelinci dan si kura-kura yang berlomba lari. Biasanya cerita berakhir dengan kemenangan si kura-kura yang cerdik, mengalahkan si kelinci yang sombong. Tapi tahukah kalian bahwa kisah mereka tidak berhenti sampai di sana? Nah, aku akan menceritakan lanjutan kisah dari Si Kelinci dan Si Kura-kura.
Cici Si Kelinci yang sombong terpukul sekali karena kalah oleh Rara Si Kura-kura dalam lomba lari. Ia kira ialah binatang tercepat di muka bumi. Ternyata melawan kura-kura yang jalannya begitu lambat pun ia tak bisa. “Aduh, payah benar aku ini!” ujar Cici kesal.
Sejak hari kekalahan itu ia pun mengurung diri di rumah. Cici malu sekali karena teman-temannya selalu mengolok-olok. “Kelinci kok kalah sama kura-kura? Bikin malu saja!” Cici pun dikucilkan oleh kelinci-kelinci lain. Sekarang ia tak punya teman. Kasihan sekali Cici!
Pada suatu hari Rara Si Kura-kura melihat sekelompok kelinci bermain bersama, namun ia tidak melihat Cici di antara mereka. Padahal sebelumnya Cici bisa dibilang merupakan ‘ketua geng’ dari kelinci-kelinci itu.
“Sudah lama aku tidak melihat Cici Si Kelinci di sekitar sini. Aku jadi khawatir padanya,” kata Rara dalam hati.
Karena kekhawatiran itu maka Rara pun pergi ke rumah Cici..
“Permisi…” Rara memanggil-manggil di depan sebuah lubang di padang rumput. Lubang itu adalah tempat tinggal Cici. “Cici, apakah kau ada di rumah? Ini aku, Rara.”
Lama sekali tidak ada jawaban. Tapi bagi Rara Si Kura-kura yang jalannya lambat, menunggu selama itu tidaklah masalah. Ia bukan hewan yang suka tergesa-gesa. Bahkan kura-kura adalah salah satu makhluk paling sabar di dunia.
Saat akhirnya Cici keluar, terlihat jelas matanya sembab. Melihat Rara, saingan yang mengalahkannya di lomba lari tempo hari, Cici pun tidak bisa menahan emosi.
“Huuhuhuhuu..!” Cici mulai menangis dengan sangat kencang! Tangis itu adalah wujud kesedihan, kemarahan, sekaligus rasa malunya. “Untuk apa kamu ke sini? Kamu juga ingin mengolok-olokku ya?” tuduh Cici.
“Tidak kok, Cici,” jawab Rara dengan sabar. “Aku sudah lama tidak melihatmu bermain dengan teman-teman. Aku pikir kamu kesepian. Makanya aku ingin berteman denganmu.”
“Bohong!” Bersama dengan bentakan itu Cici langsung masuk kembali ke lubangnya, meninggalkan Rara.
Apakah Rara kesal dengan perlakuan Cici? Wah, sama sekali tidak. Sudah aku bilang kan, kura-kura adalah salah satu makhluk paling sabar di dunia. Rara percaya bahwa Cici masih membutuhkan waktu sendirian. Namun ia sama sekali tidak marah atas tuduhan kelinci itu. “Besok aku akan mampir lagi sambil membawa wortel,” kata Rara dalam hati.
Keesokan harinya, terdengar desas-desus bahwa ada pemburu yang datang. Suasana hutan menjadi kacau karena banyak hewan yang berlarian, mengungsi dengan ketakutan. Di antara keributan itu para kura-kura tetap tenang. Kata seekor kura-kura kecil, “Aku mendengar percakapan para pemburu itu kemarin. Tenang saja, mereka tidak akan mengganggu kita. Karena mereka hanya ingin memburu kelinci untuk membuka bisnis baru.”
“Hah? Bisnis? Apa itu ‘bisnis’?” Kura-kura yang lain bertanya antusias.
“Aku juga tidak tahu,” jawab kura-kura kecil itu malu-malu. Wajar, karena ia adalah kura-kura muda yang belum banyak ilmu. “Yang jelas mereka bilang ingin berbisnis sate kelinci. Jadi mereka hanya akan memburu kelinci.”
“Ooh jadi begitu,” para kura-kura menyahut bersamaan.
“Aku sudah mencoba memberitahu hewan-hewan hutan,” lanjut si kura-kura kecil. “Namun mereka terlalu panik dan tergesa-gesa sehingga tidak sempat mendengarkanku. ”
Rara yang ikut mendengarkan informasi dari si kura-kura kecil langsung terkaget. “Gawat! Bagaimana dengan Cici Si Kelinci? Jangan-jangan teman-temannya tidak mengajaknya ikut mengungsi.”
“Untuk apa kamu memikirkan dia?” seekor kura-kura menyahut.
“Iya, Rara. Dia kan kelinci yang sombong. Kita tidak usah memikirkannya,” sahut kura-kura yang lain.
Rara Si Kura-kura tidak puas atas tanggapan itu. Ia tahu bahwa Cici adalah kelinci yang sombong dan menyebalkan, dan ia juga tidak menyukai sifat itu. Tapi bukankah lebih menyenangkan kalau kita semua bersahabat? Rara percaya Cici bisa menghilangkan sifat sombongnya.
“Teman-teman, ingatkah kalian pada kisah Semut dan Merpati? Dengan menjatuhkan sehelai daun, Si Merpati menolong Si Semut yang sedang tenggelam di kolam. Lalu sebagai balasannya Si Semut menggigit kaki seorang pemburu yang hendak menembak Si Merpati. Tolong menolong itu indah kan?”
Sebagian kura-kura mulai merenung, “Benar juga ya kata Rara.”
“Sekarang Cici, sahabat kita yang sama-sama tinggal di hutan ini, sedang dalam bahaya besar. Tegakah kalian membiarkannya menjadi korban kekejian para pemburu? Tegakah kalian menyaksikannya menjadi sate yang dibumbui dengan saus kacang dan kecap manis?”
(Diam-diam seekor kura-kura meneteskan air liur karena membayangkan lezatnya sate kelinci.)
Para kura-kura mulai menyadari kesalahannya. Mereka menyebut Cici Si Kelinci sombong, padahal mereka juga enggan menolong kawan yang sedang dalam kesulitan. Bukankah itu juga sombong namanya?
Setelah berhasil menyadarkan teman-temannya, Rara langsung mengajak para kura-kura untuk pergi ke rumah Cici. Mereka berusaha mempercepat langkah sebisa mereka.
Akhirnya sampailah para kura-kura di depan rumah Cici. Suara para pemburu terdengar makin mendekat. Rara memanggil dengan agak panik. “Cici! Cici! Keluarlah!” serunya.
Sebentar kemudian keluarlah Cici dengan wajah yang kesal. “Untuk apa kamu ke sini lagi?!” bentaknya.
“Dengarkan dulu, Cici. Ada pemburu yang mengincar kelinci. Sekarang kamu harus cepat bersembunyi!” sahut seekor kura-kura.
Cici awalnya tidak percaya. Namun sedetik kemudian terdengarlah suara tembakan senapan pemburu. Kelinci itu langsung kalang kabut ketakutan. Sementara para kura-kura, walaupun dalam keadaan panik mereka masih mencoba untuk tenang agar dapat berpikir jernih.
“Tenang dulu, Cici. Kamu cukup bersembunyi saja di dalam rumahmu,” kata Rara.
“Bagaimana mungkin aku selamat kalau diam saja?! Aku harus lari!! Pemburu itu tahu bahwa kelinci hidup di dalam lubang-lubang ini!” Cici masih panik, namun para kura-kura mencoba menenangkannya.
“Kami akan melindungimu, Cici. Percayalah pada kami.”
Awalnya kelinci itu ragu. Namun karena tidak ada pilihan lain ia pun menurut saja dengan rencana para kura-kura. Cici masuk kembali ke dalam rumahnya. Ia masuk ke lorong-lorong yang paling dalam agar aman. Ia tahu betul bahwa pemburu yang beringas suka mengacak-acak sarang kelinci sehingga hewan itu terpaksa keluar kalau tidak ingin tewas tertimbun longsoran tanah.
Di luar lubang, Rara dan teman-temannya mulai beraksi. Kurbo, seekor kura-kura yang memiliki badan paling besar, bertugas menutupi lubang rumah Cici. Sementara itu kura-kura lain juga menutupi lubang-lubang kelinci lain yang berada di sekitar padang rumput. Kura-kura yang tersisa menyebar secara acak di area itu. Dengan begini, para pemburu tidak akan menyangka bahwa di sini adalah daerah rumah para kelinci. Serentak, para kura-kura memasukkan kepala mereka ke dalam cangkangnya. Kini, karena warna tempurung yang gelap, seluruh kura-kura hanya terlihat seperti batu-batu yang sedikit berlumut. Rerumputan di sekitar mereka turut membantu penyamaran itu.
Dep, dep, dep! Suara langkah pemburu terdengar makin dekat. Cici, Rara, dan kura-kura lainnya mulai tegang. Dari kejauhan muncullah dua orang lelaki dengan wajah kasar, masing-masing menenteng senapan mereka. Pemburu yang berjalan agak di belakang juga membawa sebuah karung. Tampaknya karung itu berisi hewan buruan yang berhasil mereka tangkap!
“Di sini! Harusnya sarang para kelinci itu ada di sini!” Seorang dari pemburu itu berseru dengan heran.
“Kamu pasti salah! Di sini cuma padang rumput dan bebatuan saja, tidak ada lubang kelinci.”
“Eh, tapi batu-batu itu terlihat sangat aneh.”
“Sudah, jangan pedulikan! Itu cuma batu. Kita hanya buang-buang waktu di sini. Cepat cari sarang para kelinci!” Para pemburu itu pun berlalu sambil mendengus kesal.
Setelah suasana sudah aman, para kura-kura menyingkir dari lubang masing-masing. Rara memanggil Cici keluar dari rumahnya.
“Terima kasih ya, teman-teman,” kata Cici terharu. “Kalau tidak ada kalian mungkin aku sudah mati.”
“Tidak masalah, Cici,” Rara berkata sambil tersenyum, “Semua hewan kan bersahabat. Sekarang kamu mau kan menjadi teman kami?”
Cici mengangguk sambil tersenyum. Mulai hari itu ia selalu berusaha membalas budi para kura-kura. Dengan kakinya yang lincah, Cici bisa banyak mengatasi kesulitan teman-teman barunya. Begitupun sebaliknya, ketenangan yang dimiliki Rara dan para kura-kura dapat mengatasi kecerobohan Cici. Melihat hal ini, perlahan kelinci-kelinci yang dulu meremehkan Cici mulai menyadari kesalahannya. Ternyata kelinci dan kura-kura dapat menjadi sahabat dengan saling melengkapi. Mereka pun hidup damai berdampingan di dalam hutan.
No comments:
Post a Comment